Kau tahu kawan aku benar-benar terjebak dalam pekerjaan merindu. Bukan untuk hari ini tetapi entah sudah berapa lama ia menjadi sebuah rutinitas. Alhamdulillah atas pertemuan yang Allah hadirkan bersama kalian. Sekelompok teman terbaik yang selalu ada untuk membantu dan senantiasa mengingatkan. Sangat berat rasanya jika memikirkan akan berpisah dari kalian setelah mendapatkan gelar ini. Masih ingin bersama kalian untuk belajar bersama namun rencana Allah jauh lebih baik dari rencana kita. Saya yakin Allah Maha Mengetahui dan biarkan sabar menuntun kita untuk bertemu kembali. Kita tak pernah tahu akan bertemu lagi dalam keadaan yang seperti apa tetapi semoga pertemuan selanjutnya lebih indah dan mengarahkan kita pada kecintaan kepada Yang Maha Esa, Allah SWT. Inshaa Allah.
Selamat bertugas teman-teman terbaikku. Terima kasih untuk semuanya :)
Selasa, 27 Mei 2014
Sabtu, 03 Mei 2014
Hiperkes Jogja (April, 2014) Part 1
Berawal dari keinginan mengikuti ACLS yang tidak kesampaian akhirnya seorang teman mengajak untuk mengikuti sebuah pelatihan Hiperkes di Jogja. Awalnya tidak ada ketertarikan untuk mengikutinya tetapi setelah dipikir-pikir tidak ada salahnya mencoba lagipula bisa sekalian jalan-jalan di kota pelajar. Setelah memantapkan diri untuk ikut tentu saja usaha promosi pun dilakukan, karena ada slogan "ga ada loe ga rame." Hehehee..
Saat itu kami hanya bertiga (saya, Farni, Dwi) tetapi setelah meracuni pikiran orang-orang bertambahlah dua orang lagi yang goyah imannya yang berasal dari kalangan terdekat yaitu Farah dan Ulfa. (hihihii.. kena deh)
Dan entah bagaimana usaha dari duo kembar ini (Farni, Dwi) hingga mendapat korban yang baru yaitu kak upik (sebenarnya seangkatan tetapi kami menghormati yang lebih tua).
Sebenarnya sebelum kak Upik bergabung kami telah melakukan pertemuan rahasia di istana duo kembar. Kami membahas beberapa agenda mengenai keberangkatan kami ke kota pelajar. Walaupun lebih tepatnya pertemuan itu berisi tentang cara mengatasi bagaimana menenangkan seorang anak (guest star: Acha).
Dan tibalah tanggal 18 April 2014
Hari ini merupakan hari di mana kami sepakat untuk berangkat ke kota Yogyakarta. Setelah berbagai rencana yang sempat berubah-ubah akhirnya kami memutuskan ke Yogyakarta via udara walaupun harus transit di Surabaya (gara-gara rencana yg terus berubah-ubah, tiket pun kehabisan). Mengacu pada Bhinneka Tunggal Ika kami pun demikian, walaupun berangkat dari tempat yang berbeda kami menuju pada satu tempat yaitu Yogyakarta. Berhubung 3 orang berangkat dari Makassar dan 3 orang lainnya berangkat dari Jakarta.
Karena saya termasuk golongan yang berangkat dari Makassar maka saya akan menambahkan cerita tentang transit kami di Surabaya. Hampir saja kami ketinggalan pesawat dikarenakan berharap "masih ada panggilan terakhir kok." Grrrrr... Kenapa panggilan pertama dan terakhir hanya berjarak kurang dari 5 menit. Untung saja kedua teman saya mempunyai skill yang hebat dan sangat terlatih dalam hal mengunyah makanan. Tinggal sluurrpppp...
Yogyakarta, salam kenal dari Makassar
Akhirnya kami tiba di Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta setelah melanglangbuana di udara selama 1 jam lebih-lebih sedikit. Hehehe..
Hallo Yogyakarta, salam kenal.
Ini pertama kalinya bagi kami bertiga menginjakkan kaki di kota pelajar. Setelah mengambil bagasi, kami pun di sambut oleh teman dari kakaknya Ulfa yaitu kak Novita tapi kami diajar oleh ulfa memanggilnya kak Nono. Kami bertiga menggunakan taksi bandara menuju tempat penginapan kami dan kak Nono mengikuti kami dari belakang dengan menggunakan GPS, eeehh... salah... maksudnya motor. Karena supir taksi yang seolah enggan menunggu kak Nono di belakang, kami pun berusaha menghapal tanda-tanda yang ada di jalan untuk menginfokan ke kak Nono (ternyata kak Nono juga tidak tau tempat penginapan kami). Karena berharap ada ulfa yang bisa menghapal arah dan menyampaikan ke kak Nono, saya pun berinisiatif mengambil tugas lain. "Apa yah bagusnya? Supaya dibilang kerja gitu?", gumamku dalam hati. Akhirnya demi menjaga-jaga agar kami tidak menjadi korban dipatotol, saya pun membuka GPS dan mencocokkan dengan jalan yang kami tempuh. "Ulfa, kalau 11,1 km itu di Makassar dari mana ke mana yah?", tanyaku kepada ulfa. Tetapi sepertinya Farah juga mau dapat tugas, jadi dia yang berinisiatif menjawab lagipula Ulfa sibuk menjadi informan kak Nono. Sebenarnya pertanyaan itu hanya basa-basi alias kode ke pak supir kalau saya barusan membaca keterangan di pintu bahwa 1 Km = Rp. 3.650, buka pintu Rp.6.000 dan minimal transaksi Rp. 20.000. Hahahaaaaa... Tetapi kenapa yah pak supirnya biasa-biasa saja? Hmm..
Akhirnya setelah menempuh jarak kurang lebih 11,1 Km tibalah kami di penginapan yang terletak di Jalan Ireda (tidak jauh dari tempat pelatihan kami). Dan..dan..dan.. banyak hal yang membuat kami... Fiuuuhhh...
Pertama: ternyata usaha untuk menghitung-hitung berapa banyak yang harus kami bayar dari bandara-jl.ireda (11,1 Km) tidak diperlukan saat itu karena taksinya sudah dibayar kak Nono di bandara tadi.
Kedua: usaha kami (maksudnya ulfa) menghapal arah dan tanda-tanda di jalanan juga tidak begitu diperlukan, kami lupa ada teknologi yang akrab disapa GPS yang ternyata dipakai oleh kak Nono untuk mengikuti kami dari belakang.
Ketiga: Biarlah hanya kami bertiga yang tahu bagaimana kesan awalnya.
Pemilik penginapan dapat langsung mengenali kami tamu dari Makassar (if you know what I mean), dengan ramahnya kami pun diantar ke kamar kami. Kami memesan 2 kamar untuk satu hari karena kami memang berencana mencari penginapan baru setibanya kami di sana. Berhubung kami bertiga kelaparan dan ada kak Nono yang tahu tempat makan akhirnya kami mengutus Ulfa untuk menemani kak Nono mencari makan. Kami berempat pun makan sate dengan porsi yang berbeda-beda (untuk detail tidak perlu ditampilkan) tetapi ternyata beberapa hanya lapar mata (tidak perlu juga disebutkan). Sementara kami menyantap makanan kami tiba-tiba saya merasa berputar, "aduh, vertigo lagi", gumamku dalam hati. Dan terdengarlah teriakan ulfa, "HUUAAAAHHHH,,, ada gempaaaa....." Ternyata rasa berputar tadi bukan karena vertigo tetapi karena gempa (menurut berita keesokan harinya gempa 5,6 SR). Kami yang tidak pernah merasakan gempa di Makassar pun tersontak kaget, tetapi kak Nono berusaha menenangkan kami kalau gempa yang tadi tidak seberapa dan pernah ada yang lebih hebat dari itu. Walaupun masih sedikit syok tetapi kami bersyukur tidak terjadi apa-apa dan kak Nono pun masih sempat bercanda dengan kami dengan berkata "tadi itu gempa sambutan selamat datang di Yogyakarta."
Memang sih tadi kami sempat menyapa jogja tetapi sepertinya lebih baik tidak usah dibalas kalau kayak gini. Ngeri juga..
Saat itu kami hanya bertiga (saya, Farni, Dwi) tetapi setelah meracuni pikiran orang-orang bertambahlah dua orang lagi yang goyah imannya yang berasal dari kalangan terdekat yaitu Farah dan Ulfa. (hihihii.. kena deh)
Dan entah bagaimana usaha dari duo kembar ini (Farni, Dwi) hingga mendapat korban yang baru yaitu kak upik (sebenarnya seangkatan tetapi kami menghormati yang lebih tua).
Sebenarnya sebelum kak Upik bergabung kami telah melakukan pertemuan rahasia di istana duo kembar. Kami membahas beberapa agenda mengenai keberangkatan kami ke kota pelajar. Walaupun lebih tepatnya pertemuan itu berisi tentang cara mengatasi bagaimana menenangkan seorang anak (guest star: Acha).
Dan tibalah tanggal 18 April 2014
Hari ini merupakan hari di mana kami sepakat untuk berangkat ke kota Yogyakarta. Setelah berbagai rencana yang sempat berubah-ubah akhirnya kami memutuskan ke Yogyakarta via udara walaupun harus transit di Surabaya (gara-gara rencana yg terus berubah-ubah, tiket pun kehabisan). Mengacu pada Bhinneka Tunggal Ika kami pun demikian, walaupun berangkat dari tempat yang berbeda kami menuju pada satu tempat yaitu Yogyakarta. Berhubung 3 orang berangkat dari Makassar dan 3 orang lainnya berangkat dari Jakarta.
Karena saya termasuk golongan yang berangkat dari Makassar maka saya akan menambahkan cerita tentang transit kami di Surabaya. Hampir saja kami ketinggalan pesawat dikarenakan berharap "masih ada panggilan terakhir kok." Grrrrr... Kenapa panggilan pertama dan terakhir hanya berjarak kurang dari 5 menit. Untung saja kedua teman saya mempunyai skill yang hebat dan sangat terlatih dalam hal mengunyah makanan. Tinggal sluurrpppp...
Yogyakarta, salam kenal dari Makassar
Akhirnya kami tiba di Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta setelah melanglangbuana di udara selama 1 jam lebih-lebih sedikit. Hehehe..
Hallo Yogyakarta, salam kenal.
Ini pertama kalinya bagi kami bertiga menginjakkan kaki di kota pelajar. Setelah mengambil bagasi, kami pun di sambut oleh teman dari kakaknya Ulfa yaitu kak Novita tapi kami diajar oleh ulfa memanggilnya kak Nono. Kami bertiga menggunakan taksi bandara menuju tempat penginapan kami dan kak Nono mengikuti kami dari belakang dengan menggunakan GPS, eeehh... salah... maksudnya motor. Karena supir taksi yang seolah enggan menunggu kak Nono di belakang, kami pun berusaha menghapal tanda-tanda yang ada di jalan untuk menginfokan ke kak Nono (ternyata kak Nono juga tidak tau tempat penginapan kami). Karena berharap ada ulfa yang bisa menghapal arah dan menyampaikan ke kak Nono, saya pun berinisiatif mengambil tugas lain. "Apa yah bagusnya? Supaya dibilang kerja gitu?", gumamku dalam hati. Akhirnya demi menjaga-jaga agar kami tidak menjadi korban dipatotol, saya pun membuka GPS dan mencocokkan dengan jalan yang kami tempuh. "Ulfa, kalau 11,1 km itu di Makassar dari mana ke mana yah?", tanyaku kepada ulfa. Tetapi sepertinya Farah juga mau dapat tugas, jadi dia yang berinisiatif menjawab lagipula Ulfa sibuk menjadi informan kak Nono. Sebenarnya pertanyaan itu hanya basa-basi alias kode ke pak supir kalau saya barusan membaca keterangan di pintu bahwa 1 Km = Rp. 3.650, buka pintu Rp.6.000 dan minimal transaksi Rp. 20.000. Hahahaaaaa... Tetapi kenapa yah pak supirnya biasa-biasa saja? Hmm..
Akhirnya setelah menempuh jarak kurang lebih 11,1 Km tibalah kami di penginapan yang terletak di Jalan Ireda (tidak jauh dari tempat pelatihan kami). Dan..dan..dan.. banyak hal yang membuat kami... Fiuuuhhh...
Pertama: ternyata usaha untuk menghitung-hitung berapa banyak yang harus kami bayar dari bandara-jl.ireda (11,1 Km) tidak diperlukan saat itu karena taksinya sudah dibayar kak Nono di bandara tadi.
Kedua: usaha kami (maksudnya ulfa) menghapal arah dan tanda-tanda di jalanan juga tidak begitu diperlukan, kami lupa ada teknologi yang akrab disapa GPS yang ternyata dipakai oleh kak Nono untuk mengikuti kami dari belakang.
Ketiga: Biarlah hanya kami bertiga yang tahu bagaimana kesan awalnya.
Pemilik penginapan dapat langsung mengenali kami tamu dari Makassar (if you know what I mean), dengan ramahnya kami pun diantar ke kamar kami. Kami memesan 2 kamar untuk satu hari karena kami memang berencana mencari penginapan baru setibanya kami di sana. Berhubung kami bertiga kelaparan dan ada kak Nono yang tahu tempat makan akhirnya kami mengutus Ulfa untuk menemani kak Nono mencari makan. Kami berempat pun makan sate dengan porsi yang berbeda-beda (untuk detail tidak perlu ditampilkan) tetapi ternyata beberapa hanya lapar mata (tidak perlu juga disebutkan). Sementara kami menyantap makanan kami tiba-tiba saya merasa berputar, "aduh, vertigo lagi", gumamku dalam hati. Dan terdengarlah teriakan ulfa, "HUUAAAAHHHH,,, ada gempaaaa....." Ternyata rasa berputar tadi bukan karena vertigo tetapi karena gempa (menurut berita keesokan harinya gempa 5,6 SR). Kami yang tidak pernah merasakan gempa di Makassar pun tersontak kaget, tetapi kak Nono berusaha menenangkan kami kalau gempa yang tadi tidak seberapa dan pernah ada yang lebih hebat dari itu. Walaupun masih sedikit syok tetapi kami bersyukur tidak terjadi apa-apa dan kak Nono pun masih sempat bercanda dengan kami dengan berkata "tadi itu gempa sambutan selamat datang di Yogyakarta."
Memang sih tadi kami sempat menyapa jogja tetapi sepertinya lebih baik tidak usah dibalas kalau kayak gini. Ngeri juga..
Keyword:
cerita,
Gempa,
Hiperkes,
Makassar,
Yogyakarta
Biarlah
Tak usah kau risau kawan
Aku hanya ingin mengeluarkan kesedihan ini
Tak ingin ia mendekam dan menjangkiti hati ini
Biarlah kusampaikan rasa kecewaku, rasa sedihku, dan rasa rinduku
Sebuah untaian rasa sayang yang salah kuungkapkan
Berakhir dengan kecewamu dan marahmu
Biarlah kawan
Ini salahku yang tak pandai mengingatkanmu
Bila telah tiba waktunya
Jiwa ini akan kembali pada posisi tegaknya
Hati ini tak lagi ingin merindu
Saat itu kau akan bebas kawan
Biarlah aku sampaikan kesedihan yang mendalam ini
Karena suatu saat ia tak lagi ada
Biarlah ia sebagai jejak
Hati ini pernah menyayangi
Aku hanya ingin mengeluarkan kesedihan ini
Tak ingin ia mendekam dan menjangkiti hati ini
Biarlah kusampaikan rasa kecewaku, rasa sedihku, dan rasa rinduku
Sebuah untaian rasa sayang yang salah kuungkapkan
Berakhir dengan kecewamu dan marahmu
Biarlah kawan
Ini salahku yang tak pandai mengingatkanmu
Bila telah tiba waktunya
Jiwa ini akan kembali pada posisi tegaknya
Hati ini tak lagi ingin merindu
Saat itu kau akan bebas kawan
Biarlah aku sampaikan kesedihan yang mendalam ini
Karena suatu saat ia tak lagi ada
Biarlah ia sebagai jejak
Hati ini pernah menyayangi
Langganan:
Postingan (Atom)